AMBIL SAMPEL : Aktivis tengah memeriksa darah seorang pekerja di sebuah panti pijat di Kota Surabaya. |
SURYA.co.id |SURABAYA - Sejak penutupan lokalisasi Dolly di Surabaya pada pertengahan 2014, para aktivis Yayasan Orbit (Our Right to be Independent) harus mencari kiat baru mendata para ODHA.
Mereka harus bergerilya ke tempat hiburan, panti pijat, pelabuhan, stasiun, bahkan ke jalan.
Sudah hampir setahun, Adi (35), petugas lapangan Yayasan Orbit berkeliling dari satu tempat karaoke ke lainnya untuk menemukan ODHA di Surabaya.
“Sekarang pemantauan korban HIV/AIDS memang lebih susah. Kami harus jemput bola ke jalan jalan untuk mencegah penularan. Setelah Dolly ditutup, peta pemantauan penyebaran HIV/AIDS berubah. Dulu, kami cukup memantau di lokalisasi sebagai kantong penyebaran HIV/AIDS,” kata Adi.
Pendampingan terhadap ODHA juga semakin sulit. Sebelum lokalisasi ditutup, kegiatan terpusat di satu tempat. Yayasan Orbit membuat kelompok kerja (pokja) di lokalisasi. Pokja ini berfungsi memberikan penyuluhan sekaligus pemeriksaan rutin terhadap orang yang rawan terinfeksi virus HIV.
Sekali pemeriksaan, ia bisa langsung menyasar puluhan orang yang ada di lokasi itu. Jika ada yang terdeteksi terjangkit HIV, maka pengobatannya langsung dilakukan di tempat itu.
“Sekarang tidak bisa seperti itu. Kalau kami temukan ada orang yang terdeteksi terinfeksi HIV, langsung kami antar ke puskesmas. Kami yang harus aktif mendatangi mereka untuk berobat ke puskesmas,” ujarnya.
Meski kini cara pemantauan semakin sulit, tidak lantas membuat Adi patah semangat. Dia mengaku bertekad mengabdikan hidupnya ikut membantu mencegah penyebaran virus mematikan itu. Adi punya alasan kuat untuk itu.
Dia sendiri sebenarnya juga ODHA. Itu buahnya karena dulu sebagai pecandu narkoba.
Adi mengetahui tertular HIV/AIDS ketika menjalani hukuman terkait aktivitasnya sebagai pengedar narkoba di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Porong pada 2007.
Ketika itu, semua narapidana di LP Porong diwajibkan ikut pemeriksaan HIV/AIDS. Hasil pemeriksaan, dokter menyatakan dia positif terinfeksi HIV.
Ia sempat down setelah mengetahui hasil pemeriksaan.
Hampir dua minggu, ia seperti orang linglung karena hidup ini tidak lagi ada artinya.
Namun, dia berhasil bangkit. “Saya mendapatkan banyak dukungan dari teman-teman sesama napi. Kata mereka saya tidak boleh terlalu bersedih. Kalau hanya memikirkan penyakit itu, nanti kesehatan saya semakin drop. Saya disuruh melupakan penyakit itu dengan melakukan hal-hal positif," ceritanya.
Setelah keluar dari LP, Adi masih belum berani menceritakan kondisinya yang sesungguhnya kepada keluarga. Secara pelan-pelan, ia menceritakan masalah itu ke keluarga. Awalnya kepada sang ibu. Ibunya sempat shock mendengar ceritanya.
Setelah ibunya dapat menerima keadaannya, Adi baru menceritakan masalah itu ke ayah dan kedua adik perempuannya.
“Kedua adik saya yang lama tidak bisa menerima. Mereka sudah berkeluarga semua. Mereka sempat melarang anak-anaknya main ke rumah orangtuaku. Ibu yang memberi pengertian ke adik-adik saya. Mereka akhirnya mau menerima, tapi prosesnya cukup lama,” katanya.
Keluarganya semakin menerima kondisi Adi, setelah ia aktif bergabung dengan komunitas yang peduli dengan ODHA. Adi sering mengajak teman-temannya yang aktivis bermain ke rumah. Merekalah yang memberikan pemahaman soal penyakit HIV/AIDS kepada keluarganya, terutama adik-adik Adi.
Dari situ kekhawatiran adik-adiknya terhadap penyakit Adi mulai pupus. Mereka bisa menerima kondisi Adi seutuhnya.
“Saya benar-benar bisa melupakan penyakit itu. Saya semakin aktif ikut kegiatan pencegahan penularan HIV/AIDS. Pada 2013 saya direkrut sebagi staf di Yayasan Orbit,” ujarnya.
Tahun lalu, Adi memutuskan menikah. Kepada gadis pilihannya, dia menjelaskan kondisi sesungguhnya sebelum mereka ke pelaminan.
Calonnya mengaku tidak percaya dengan pengakuan Adi, karena dia memang terlihat seperti orang normal. Penampilan Adi bersih dan tubuhnya juga segar, karena dia rajin meminum ARV (antiretroviral) sebagai terapi untuk ODHA. (haorrahman/samsul hadi)
Sumber: http://surabaya.tribunnews.com/2015/11/30/semangat-adi-tumbuh-setelah-jadi-aktivis
0 komentar:
Post a Comment