Surabaya- Meski belum terdokumentasi secara baik, namun kasus over dosis hingga berujung pada kematian pada pengguna napza di Indonesia dianggap masih cukup tinggi. Sebagai gambaran pada tahun 1999 kasus OD dijumpai di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta sebanyak 61 kasus.
“Memang kita belum mempunyai data valid kasus OD di seluruh Indonesia yang terbaru. Namun bukan berarti over dosis yang berujung kematian di Indonesia kecil,” kata Ferri Zul staf advokasi Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) di sela-sela Lokakarya Tata Laksana Penanganan Over Dosis di Hotel Fortuna Surabaya (13/09).
Kata Ferri, banyak kasus over dosis pada pengguna napza yang berujung pada kematian karena, pertama masyarakat masih awam apa yang harus dilakukan apabila menemukan korban over dosis. Kedua, korban overdosis terlambat diberikan pertolongan medis karena masyarakat takut berhubungan dengan polisi.
Padahal dalam KUHP sendiri sebenarnya dalam pasal 304 justru mengatur barangsiapa yang menempatkan seseorang dalam kondisi sengsara padahal menurut hukum wajib mendapat perawatan medis, malah dapat diancam dengan hukuman penjara dua tahun. Selain pasal 304 KUHP, warga masyarakat yang tahu ada orang overdosis dan dibiarkan sja, sebenarnya bisa dijerat dengan pasal 359 tentang kelalaian yang menyebabkan kematian dengan ancaman hukuman 5 lima tahu penjara.
“Oleh karena itu, kita ingin menyosialisasikan ini kepada masyarakat, bahwa wajib hukumnya untuk menolong korban OD. Justru kalau ditinggal lari malah bisa dijerat dengan hukum karena bisa dianggap melakukan pembiaran hingga menyebabkan kematian,” ujarnya.
Lalu apa yang bisa dilakukan oleh masyarakat awam jika menemukan korban over dosis? Menurut dr Grace Irawati dari Poli Terapi Rumatan Metadon Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya, hal pertama sekali yang harus dilakukan adalah membawa korban sesegera mungkin ke unit gawat darurat di rumah sakit. Caranya bisa dengan menghubungi ambulance pada 118 atau mencari kendaraan sendiri untuk segera dibawa ke rumah sakit.
Atau jika memang sudah terlatih bisa juga melakukan pertolongan pertama standar misalnya dengan mengecek pernafasan. Apakah masih bernafas atau tidak. Kedua membebaskan saluran pernafasan dari sumbatan misalnya buih yang keluar dari mulut korban atau bahkan lidah yang tertarik ke belakang kerongkongan.
“Jika tidak nafasnya, mungkin bisa dilakukan resusitasi jantung dan paru. Namun ini butuh keahlian. Sebaiknya memang segera saja dibawa ke rumah sakit,” ujar Grace.
Di kalangan pengguna napza sendiri, ada mitos untuk menangani korban OD bisa dilakukan dengan meminumkan susu, menyuntikkan cairan garam untuk menetralisasi racun dalam tubuh korban. Selain itu ada juga mitos disiram dengan air untuk mempercepat proses siuman.
“Namun mitos-mitos salah semua. Justru malah membahayakan korban. Misalnya saja meminumkan susu, malah dapat menyumbat saluran pernasafsan,” terangnya.
Kata Grace, tindakan paling tepat memang sesegera mungkin dibawa ke rumah sakit, puskesmas, bahkan ke dokter praktek sekalipun jika memang sangat mendesak. Mereka yang akan menyetabilkan kondisi pasien terlebih dahulu baru kemudian merujuk ke rumah sakit besar jika memang fasilitasnya tidak memadai.
"Dokter dilarang menolak pasien yang datang berobat. Sekali pun itu korban OD," ujar Grace.
0 komentar:
Post a Comment