29 Desember 2010 di Kantor Gubernuran Provinsi Jawa Timur
Pemerintah belum optimal dalam menanggulangi HIV/AIDS. Apalagi pemerintah daerah, justru terkesan menunggu bola dengan mengandalkan program dari pemerintah pusat. Artinya pemerintah daerah belum ada inisiatif sendiri dalam penanggulangan HIV/AIDS. Terbukti sampai saat ini penanggulangan HIV/AIDS ini masih menggantungkan dana dari asing, bukan dari APBD.
Dari catatan KPAN, anggaran untuk program pengurangan dampak buruk NAPZA setiap tahunnya menghabiskan 15,7 juta US$ dengan rincian untuk program terapi metadon setiap orangnya menghabiskan biaya 132 US$ per tahun. Dengan pengurangan dampak buruk NAPZA bisa 140 ribu orang yang terselamatkan per tahunnya, dan menghemat dana US$ 76 juta.
Sayangnya, program pengurangan dampak buruk seperti pembukaan akses informasi, pencegahan penularan, dan pemulihan, justru dibiayai luar negeri. Padahal pengurangan dampak buruk, justru upaya nyata yang bisa mencegah penularan penyakit dengan biaya yang lebih murah ketimbang pengobatan.
Dan yang lebih menyedihkan lagi adalah penanganan AIDS melalui program pengurangan dampak buruk NAPZA tidak secara khusus menjadi program utama kesehatan. Meski demikian pos anggaran dari APBN untuk kesehatan terus meningkat setiap tahunnya. Dari Rp 6,51 triliun tahun 2005, kini menjadi Rp 21,39 triliun di tahun 2010. Sementara anggaran pada kementerian/lembaga berdasarkan fungsi kesehatan juga terjadi peningkatan dari Rp 5,84 (2005) triliun menjadi Rp 18 triliun (2010).
Di Jawa Timur, realitasnya juga sama dengan pemerintah Pusat. Pada ABPD 2011 anggaran untuk kesehatan mencapai Rp 1,685 triliun. Sementara untuk anggaran belanja daerah sebesar Rp 10,108 triliun yang meliputi belanja tidak langsung sebesar Rp 5,355 triliun, dan belanja langsung sebesar Rp 4,753 triliun.
Mengacu pada data Dinas Kesehatan Propinsi Jatim mayoritas ODHA di Jawa Timur berasal dari kalangan usia produktif. Yang menyedihkan pada tahun 2010 ini Jawa Timur naik peringkatnya dari tahun 2009. Pada tahun 2009 kasus HIV/AIDS Jawa Timur menduduki peringkat ke tiga setelah Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Sekarang Jawa Timur naik menjadi peringkat ke dua dengan jumlah total 3.540 setelah Jawa Barat dengan total 3.599 orang.
Dari realitas ini tentu dapat disimpulkan bahwa dalam penanganan HIV/AIDS tidak selamanya pemerintah hanya menunggu bola, tetapi harus jemput bola dengan memberikan alokasi khusus untuk program pengurangan dampak buruk NAPZA. Jawa Timur sudah saatnya untuk mengambil inisiatif sendiri menangani kasus HIV/AIDS kalau tidak ingin jumlah penderita HIV/AIDS terus meningkat lagi.
Oleh karena itu, kami korban NAPZA menuntut:
1. Pemerintah daerah lebih serius menangani HIV/AIDS dan NAPZA
2. Alokasi anggaran khusus untuk penanganan HIV/AIDS dan NAPZA
3. Segera sahkan Raperda Pengurangan Dampak Buruk NAPZA
Elemen pendukung AKSI:
Orbit, EJA, Kopenham, MTC, MMC, Mejacom
0 komentar:
Post a Comment