Our Right To Be Independent | Members area : Register | Sign in

Orbit Update News

Minta Pemerintah Tertibkan Buprenorfin

Share this history on :
SURABAYA - Berbagai upaya dilakukan masyarakat dan institusi kesehatan untuk membasmi narkoba. Namun, ada satu hal yang selama ini meresahkan LSM peduli narkoba. Yakni, penggunaan obat jenis buprenorfin yang tidak pada tempatnya.

"Karena itu, jadi kerap disalahgunakan oleh konsumen,'' kata Rudhy Wedhasmara SH, program director LSM Our Right to be Independent (Orbit) dalam sosialisasi program penanggulangan dampak buruk HIV/AIDS dari narkoba suntik di Resto Kampoeng Steak Rungkut, kemarin (11/4).

Buprenorfin sebenarnya merupakan obat legal. Selama ini, obat tersebut biasa diberikan institusi medis kepada pasien terapi narkoba. Memang, peredaran obat itu tak benar-benar bebas. Hanya dokter berlisensi khusus yang berhak memberikannya kepada pasien. Aturan dari pemerintah juga melarang obat itu dibawa pulang, dan hanya diminum di tempat.

Namun, di lapangan, aturan itu tak sepenuhnya berjalan. Memang, hanya di praktik dokter khusus obat itu bisa didapat. Akan tetapi, obat itu bisa dibawa pulang oleh pasien. Juga, tidak ada aturan mengenai batas pembelian maksimum buprenorfin. Akibatnya, pasien bisa membeli obat seharga antara Rp 30 ribu hingga Rp 80 ribu per butir itu sebanyak-banyaknya.

Yang terjadi kemudian adalah obat itu disalahgunakan oleh para pencandu narkoba suntik alias penasun. Obat itu dihancurkan, kemudian dijual kembali di kalangan komunitas pencandu narkoba. Memang, mereka tidak lagi mengonsumsi putauw. Namun, ketergantungan itu beralih kepada buprenorfin. "Penasun itu kan yang dicari sensasi saat menyuntikkan obat. Mereka tidak peduli yang disuntikkan itu apa," imbuh Rudhy.

Padahal, obat itu sejatinya tidak ditujukan untuk keperluan intravena atau disuntikkan, melainkan diminum. Karena itu, secara klinis, juga lebih berbahaya bagi kesehatan.

Tidak seperti putauw murni yang larut dalam cairan, buprenorfin tidak dapat dilarutkan, sehingga bisa meninggalkan endapan dalam pembuluh darah. Di lapangan, malah banyak ditemukan kasus penasun yang menderita kelumpuhan atau gangguan kesehatan lain akibat mengonsumsi buprenorfin. "Kebanyakan ketemu waktu sudah stroke," kata Rudhy.

Masalah terbesar dari peredaran buprenorfin adalah status legal obat tersebut. Sehingga, dokter bisa dengan leluasa memberikan obat itu kepada pasien untuk dibawa pulang. Seandainya ada pengguna buprenorfin yang terkena operasi narkoba pun, polisi tidak bisa menangkap. Sebab, obat itu termasuk kategori legal.

Bahkan, menurut Rudhy, tiga tempat praktik dokter spesialis yang berwenang memberikan buprenorfin di Surabaya saat ini sudah seperti layaknya bandar narkoba legal. Salah satu tempat praktik dokter itu disebut Rudhy ada di kawasan Pucang Taman. Setiap hari, ratusan penasun pergi ke sana untuk mengambil obat. "Istilahnya, sudah seperti galeri suntik," katanya.

Penanganan dari institusi seperti Dinas Kesehatan pun dirasa masih setengah-setengah. Sebab, mereka lebih berkonsentrasi pada menekan penularan HIV/AIDS lewat jarum suntik. Bukan pada penanggulangan konsumsi narkoba. Pihak-pihak yang berwenang mendistribusikan obat tersebut juga terkesan tidak mau tahu terhadap penyalahgunaan yang dilakukan oleh para penasun.

"Tidak ada pandangan bahwa para penasun itu korban. Kalau ada penyalahgunaan, mereka yang disalahkan. Padahal, dari dokternya sendiri seperti itu (tidak mau tahu, Red)," katanya.

Rudhy sadar bahwa tidak mungkin untuk benar-benar menyetop penggunaan buprenorfin. Sebab, obat itu tetap diperlukan oleh pasien terapi narkoba. Namun, dia dan LSM Orbit mengharapkan agar ada tindakan dari pemerintah untuk mengatur distribusi obat tersebut. "Mending supaya ada regulasi. Misalnya, distribusinya hanya bisa lewat klinik. Jadi, dokter-dokter yang ada di sana bisa saling mengawasi. Kalau di tempat praktik dokter seperti sekarang kan bebas," tandasnya. (rum/ari)

(Sumber: http://www.jawapos.com/metropolis/index.php?act=detail&nid=127917)
Thank you for visited us, Have a question ? Contact on : info@orbit.or.id
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...

0 komentar:

Post a Comment