SURABAYA – Badan Narkotika Provinsi (BNP) Jatim sudah mendengar dan mendapatkan informasi terkait dugaan penyalahgunaan Buprenorfin oleh pasien terapi pencandu narkoba. Lantaran itu, BNP akan segera berkoordinasi dengan kepolisian untuk melakukan penyidikan.
”Bila terbukti ada pengguna yang menyalahgunakan, maka pengguna akan dikirim ke pusat rehabilitasi. Sedang konsumen yang membeli dari dokter kemudian diedarkan ke pengguna lain akan diselidiki dan bisa terancam sebagai pengedar,” kata Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Provinsi (BNP) Jatim, Kombes Pol Abdul Madjit Tanwil dihubungi, Senin (12/4).
Seperti diberitakan Surabaya Post, Senin (12/4), Yayasan ORBIT menemukan indikasi di lapangan, penggunaan jenis narkoba buprenorfin yang dilegalkan pemerintah untuk pecandu narkoba ternyata dalam praktik di lapangan banyak disalahgunakan. Ditengarai ada beberapa dokter yang ditunjuk penyedia layanan ini memberikan obat jenis itu tanpa ada pengawasan ketat.
Sementara Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) serta penyalur berencana memindahkan penyaluran obat buprenorfin ke PT Kimia Farma. Di mana selama ini penyalurannya diserahkan ke sejumlah industri farmasi swasta.
”Bulan lalu, sudah ada pertemuan antara BBPOM, PDSKJI dan penyalur obat tersebut. Hasilnya mewacanakan memindahkan pendistribusian ke Kimia Farma karena diduga banyak terjadi penyalahgunaan oleh pengguna. Tujunanya untuk mengontrol peredaran,” kata Direktur RSJ Menur Surabaya, dr. Hendro Riyanto, SpKJ, MARS.
Hendro menjelaskan, buprenorfin merupakan obat antagonis untuk pengganti bagi penyalahgunaan narkoba. Buprenorfin (merek: Subutex) adalah opiat (narkotik) sintetis yang kuat seperti heroin (putaw), tetapi tidak menimbulkan efek sedatif yang kuat. Seperti metadon, buprenorfin biasanya dipakai dalam program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman.
Ia menjelaskan, program buprenorfin mempunyai dua tujuan. Pertama, untuk membantu pengguna berhenti memakai heroin, diganti dengan takaran buprenorfin yang dikurangi tahap-demi-tahap selama jangka waktu tertentu. Kedua, untuk menyediakan terapi rumatan, yang memberikan buprenorfin pada pengguna secara terus-menerus dengan takaran yang disesuaikan agar pengguna tidak mengalami gejala putus zat (sakaw).
Buprenorfin biasanya diberikan pada klien program dalam bentuk pil yang tidak ditelan, tetapi ditaruh di bawah lidah sampai larut. Proses ini membutuhkan 2-10 menit. Buprenorfin tidak bekerja bila dikunyah atau ditelan. Ada risiko pengguna narkoba suntikan (penasun) akan menyalahgunakan buprenorfin dengan menggerus tablet, melarutkannya dengan air, lalu memakai larutan dengan cara suntikan. Hal ini menimbulkan dua masalah: pertama, buprenorfin tidak larut dalam air, sehingga cairan mengandung gumpalan obat, yang dapat memampatkan pembuluh darah, dengan risiko terjadi emboli (penyumbatan), yang dapat mematikan. Kedua, perilaku suntikan terus berisiko menyebarkan infeksi.
Menurut Hendro, tidak semua dokter atau instansi bisa menjual buprenorfin. Hanya mereka yang mengantongi sertifikat yang boleh memberikan Buprenorfin. Sertifikat tersebut diberikan kepada dokter atau instansi yang telah mengikuti pelatihan.
”Selain ada aturannya, setiap pasien yang mengkonsumsi buprenorfin wajib melapor ke dokter bila dia bepergian ke luar kota,” ungkapnya.
Sehingga,dokter bisa mengetahui dia akan pergi kemana, berapa hari serta untuk keperluan apa. Informasi tersebut wajib diberikan kepada dokter. Sehingga proses terapi tetap bisa dijalankan. Sedang untuk pasien yang akan pindah keluar kota, mereka juga wajib melapor ke dokter yang bersangkutan sehingga dokter akan membuat surat pindah dan rekomendasi ke sesama dokter yang memiliki sertifikat di kota baru pasien.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Bidang Sertifikasi Layanan Konsumen BBPOM Surabaya, Endang Widowati mengatakan, berdasarkan keputusan Kepala BBPOM Nomor PO.01.01.31.03660 tentang Pengaturan Khusus Penyaluran dan Penyerahan Buprenorfin. Dalam keputusan itu bruprenorfin memang legal dan hanya boleh diberikan oleh lembaga atau instasi yang sudah mendapat rekomendasi khusus. ”Kami sudah melakukan pengawasan secara periodik. Namun, kami tidak bisa melakukan sanksi bila yang melanggar itu pihak konsumen. Karena tugas kami hanya mengawasi obat tersebut mempunyai izin atau tidak,” kata Endang. (surabayapost)
Orbit Update News
BNP Sidik Kasus Buprenorfin
Thank you for visited us, Have a question ? Contact on : info@orbit.or.id
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment