Usia pecandu narkoba di Surabaya kini semakin muda. Data Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Surabaya menyebutkan, usia pecandu paling muda adalah 15 tahun. Berarti pecandu tersebut masih duduk di bangku kelas IX (kelas 3 SMP) atau X (kelas 1 SMA).
MOCHAMMAD KAISAR JU-Wartawan Radar Surabaya
Masih menurut data BNNK Surabaya, mulai Januari hingga
September ini (selama sembilan bulan), tercatat sebanyak 70 pelajar
terlibat dalam pusaran barang haram itu. Tentu saja fakta ini membuat
miris para orang tua. Temuan BNNK Surabaya itu semakin mengindikasikan
bahwa dunia pendidikan, saat ini sangat rawan pada persoalan narkotika.
Dengan fakta seperti ini, perlu adanya pengawasan dari orang tua. Juga
dari lingkungan sekitar dan pihak sekolah.
Kepala BNNK Surabaya, AKBP Suparti menjelaskan, pelajar yang terjaring sebanyak 70 orang ini merupakan siswa yang tengah duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Jumlah ini yang memang dominan yang berhasil diperoleh dari BNNK Surabaya. "Mereka kebanyakan mengkonsumsi pil dobel L, dan sabu-sabu," kata Suparti.
Diungkapkannya, pelajar yang terlibat kasus narkotika mempunyai beragam latar belakang. Banyak dari mereka lari ke dunia narkotika, karena masalah dalam keluarga. Beranggapan masalah yang menimpanya sangat berat, para pelajar itu nekat masuk ke lubang kelam dan kecanduan narkotika. “Berasal dari broken home, ada yang karena percintaan. Khas anak muda modern,” lanjutnya.
Tak hanya SMA, kata Suparti, bandar narkotika ini juga mulai menyasar anak SMP. Dimana anak anak SMP ini kerap ditawari narkotika jenis pil koplo atau dobel L. "Pelajar SMP sudah dikenalkan oleh bandar ini dengan dobel L yang memang dari harga dan proses kecanduannya ini sangat tinggi," terang Suparti.
Suparti mengungkapkan, Bandar tak hanya menawari pil dibel L atau sabu-sabu. Mereka juga menawari anak-anak yang duduk di bangku SMP ini dengan ganja. Lanjut hingga dewasa lalu masuk masa kuliah, dan berkerja, mereka akan terus ditawari sabu-sabu hingga ekstasi. "Semakin tinggi jenjang usianya dan memiliki penghasilan sendiri, mereka akan ditawari narkotika yang memang cukup mahal harganya. Nantinya pengguna ini akan menjadi mesin uang dari bandar narkotika," jelasnya.
Suparti mengatakan, pengguna narkotika ini sebagai mesin uang bagi bandar narkotika jika pengguna ini mulai ketergantungan. Dari anak-anak yang sudah kecanduan itulah para pengedar mendapatkan uang. "Dengan ketergantungan ini mereka akan membeli narkotika berapun harganya. Karena jika tidak membeli, akan terjadi sakau ini yang dimanfaatkan oleh bandar narkoba," tutur Suparti.
Bandar narkotika, lanjut Suparti, kerap menyasar anak-anak untuk menjadi budak narkotika. Karena dengan menyasar anak-anak ini, membuat pangsa pasar mereka akan semakin panjang. "Awalnya mereka akan menawarkan secara gratis. Lalu, dibuat ketergantungan. Jika sudah ketergantungan maka mereka akan disuruh untuk membeli sabu-sabu tersebut," urainya.
Tak hanya sebagai pengguna, tak jarang anak-anak ini dimanfaatkan oleh bandar narkotika sebagai kurir sabu-sabu. "Kebanyakan mereka yang menjadi kurir ini, karena memang sudah ketergantungan dengan narkotika," terang Suparti.
Ia mengatakan, jasa menjadikan anak-anak sebagai kurir ini memang kerap digunakan bandar narkoba. Seperti kurir narkotika wanita, anak-anak ini juga jarang dicurigai oleh petugas kepolisian. "Mereka memang memanfaatkan anak- anak ini karena akan dengan mudah mengirimkan sabu sabu, narkotika, atau barang haram lainnya ke target yang diinginkan,” ucap Suparti.
Ia mengatakan, tak jarang kurir narkoba anak-anak ini hanya dapat imbalan yang kecil dai si bandar. "Mereka mendapatkan sekitar Rp 25 ribu hingga Rp 50 ribu setiap kali disuruh. Itu kan sangat memalukan," tukasnya.
Mantan Kasubag Humas Polrestabes Surabaya ini menjelaskan, faktor lingkungan menjadi salah satu penyebab anak-anak atau pelajar terlibat dalam kasus narkotika. "Kebanyakan mereka kurang perhatian, dan kasih sayang keluarganya. Akhirnya lingkungan yang buruk ini membuat mereka melampiaskannya ke narkotika," sambungnya.
Dengan banyaknya anak-anak ini yang terlibat kasus narkoba ini, maka tak jarang BNNK Surabaya langsung mendatangi keluarganya. "Kami tak segan untuk memberitahu keluarganya, agar mereka ini dapat perhatian lebih dari orang tuanya. Orang tua harus bisa mengatasi agar anak-anak tidak kembali masuk dan kembali mengkonsumsi narkoba," tegas Suparti.
Dengan cara ini, Suparti yakin jika dengan pendekatan orang tua kepada anak, mereka tidak akan kembali lagi ke narkoba. "Sudah banyak yang sukses. Setelah kami rehabilitasi, mereka sudah tidak mau lagi mengkonsumsi narkoba," katanya.
Suparti mengatakan pengguna pertama kali dimulai dari usai di bawah 15 tahun. Mereka sudah mencoba-coba minum pil koplo yang memang harga per butirnya hanya Rp 1.000. “Anak laki-laki mendominasi (pengguna narkoba, Red) sebanyak 37 orang, sedangkan sisanya wanita," terangnya.
Semua pelajar yang berhasil ditangkap ini tak semesrta merta masuk ke ranah hukum. Kalau ada assessment dari BNNK Surabaya yang dapat menunjukkan jika pengguna ini memiliki tingkat kecanduan, maka akan direhabilitasi. "Kebanyakan kami lakukan rehabilitasi. Bagaimana pun mereka ini hanya menjadi korban bandar narkoba," kata Suparti.
Namun, BNNK Surabaya tidak akan tinggal diam jika anak-anak yang sudah beberapa kali masuk menjadi pengguna atau kurir sabu sabu. "Kami harus ambil langkah tegas dan masukkan ke ranah hukum itu jika anak-anak ini sudah beberapa kali terlibat kasus narkoba," katanya.
Suparti mengatakan, jumlah 70 orang pelajar ini memang cukup tinggi. Meskipun angka ini ia yakini menurun jika dibandingkan tahun lalu. "Penurunannya memang tidak terlalu cukup tinggi. Hanya lima persen. Namun, ini sudah cukup bagus," katanya.
Menurunnya jumlah ini, dimana BNNK Surabaya terus melakukan sosialisasi di beberapa tempat. Termasuk sekolah-sekolah yang ada di Surabaya. "Ini untuk mencegah terjadinya pelajar mengkonsumsi narkotika, dan langkah pencegahan awal," kata Suparti.
Upaya BNNK Surabaya yang melakukan sosialisiasi ini berdampak pada pola pikir pelajar, atau anak anak. Sebelum dilakukan sosialisasi ini tak jarang mereka menganggap remeh dampak dari narkoba. "Mereka tak jarang menganggap enteng masalah ini. Namun, setelah kami kasih tahu dampak sebenarnya, mereka baru sadar jika nyawa mereka terancam jika mengkonsumsi narkoba," kata Suparti.
Ia mengingatkan masyarakat ini agar lebih memperhatikan lingkungan mereka. "Kita tak segan untuk mengingatkan peran keluarga sangat penting. Bagaimana pun anak-anak ini memang butuh perhatian, dan kasih sayang penuh dari keluarga agar tidak terjerumus dalam narkotika," terangnya.
Dengan adanya perhatian yang penuh dari keluarga ini, membuat anak-anak bisa terhindar dari narkotika. "Bagaimana pun juga anak-anak ini aset bangsa. Kami berharap anak- anak dan bangsa ini terbebas dari narkotika," imbuh Suparti.
Sementara itu, data BNNK Surabaya juga menunjukkan tahun lalu sepanjang Januari hingga Nopember 2016, sebanyak 200 pelajar juga kepadatan sebagai pengguna narkoba. Tak heran jika sejak awal tahun BNNK Surabaya rajin menggelar tes urine di sekolah-sekolah, baik SMP maupun SMA.
Yang juga tak kalah mengejutkan adalah data yang dikeluarkan Yayasan Orbit Surabaya. Disebutkan jika pecandu narkoba di Surabaya adalah usia produktif antara 14 hingga 20 tahun. "Rata -rata para pecandu itu dari beberapa kasus yang kami tangani memang usianya masih produktif," kata Koordinator Rehabilitasi Yayasan Orbit Surabaya, Munif Mujianto, beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, tahun 2016 Yayasan Orbit Surabaya menangani sekitar 500 pasien pecandu narkoba yang direhabilitasi. Sementara hingga Juli 2017 Yayasan Orbit telah menerima sebanyak 316 pasien yang direhab. Mereka ada yang rawat inap, ada pula yang rawat jalan. "Mereka para pecandu narkotika, psikotropika dan zat adiktif (Napza). 80 persen pecandu menggunakan sabu-sabu," ujar Munif.
(sb/sar/jek/JPR)
Sumber: https://radarsurabaya.jawapos.com/read/2017/10/01/16648/usia-15-tahun-sudah-jadi-pecandu-narkoba
0 komentar:
Post a Comment