fiji one-american pregnancy
Ilustrasi
SURYA.co.id | SURABAYA - Penggunaan jarum suntik secara bergantian ketika mengonsumsi narkoba merupakan faktor tertinggi dalam menyebarkan virus HIV/AIDS, setelah seks bebas.
"Kebanyakan memang dari seks bebas. Namun, tiga empat tahun ini
trennya berubah, penyebabnya dari pengguna napza melalui jarum suntik,"
kata M Syamsoel Arifin, Program Director LSM Orbit Surabaya, ditemui
Surya.
Setiap tahun, diakuinya, angka pengidap HIV/AIDS terus meningkat. Saat ini yang didampingi LSM Orbit sebanyak 654 orang dari 28 kecamatan di Surabaya.
Dalam
mencegah penyebaran virus mematikan ini, bukan hanya pemerintah yang
bekerja keras. Tetapi juga elemen masyarakat, seperti LSM.
Ia memaparkan, pendampingan Orbit memiliki beberapa program besar,
yaitu pendampingan napza suntik, pendampingan napza selain suntik,
pendampingan wanita penjaja seks, dan rehab ketergantungan napza, serta
pendampingan hukum bagi yang tersandung kasus hukum.
"Ini kami jalankan secara linier. Untuk prgram penjangkauan napza
suntik, kami bekerja di seluruh wilayah Surabaya, di 28 kecamatan dari
total 31 kecamatan," terang Syamsoel.
Sejak 2010, LSM ini memberikan pendampingan untuk mencegah penularan HIV dengan membagikan jarum suntik steril pada pengguna napza. Selain itu, bagi-bagi kondom secara gratis.
"Pembagian jarum suntik steril dan kondom gratis ini bukan berarti
kami mendukung mereka menggunakan napza. Sebaliknya, kami mencegah agar
mereka lebih aware dan hati-hati menggunakan napza dengan jarum suntik,"
tegasnya.
Menurut Syamsoel, pemberian jarum suntik pun bukan sembarangan,
melainkan mereka yang sudah menggunakan napza secara akut dan susah
mendapatkan jarum suntik steril.
Begitu juga pembagian kondom, hanya dibagikan pada pekerja seks.
Kini, LSM ini memiliki 50- an pendamping untuk pengidap HIV
AIDS. Mereka membantu penderita untuk dirujuk ke RS. Saat obat habis,
mereka akan didampingi mengambil obat ARV. Sebab, jika tidak didampingi,
mereka bisa dikenai harga obat yang mahal.
"Lewat LSM nggak sampai Rp 50.000, kalau sendiri bisa Rp 1,5 juta," ujarnya. Syamsoel berharap, setiap masyarakat mengambil peran dalam mencegah penularan HIV AIDS.
"Ingat seks bebas terutama nggak hanya berisiko HIV AIDS, melainkan juga berisiko infeksi menular seksual. Apalagi sekarang marak lesbian dan homoseksual," pungkasnya.
Jemput Bola
Terpisah, Kepala Puskesmas Mulyorejo, dr Riana Restuti mengungkapkan,
puskesmas merupakan pelayanan pratama yang sangat berperan dalam
pendampingan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
"Upaya pemeriksaan HIV/AIDS
pada ibu hamil juga rutin dilakukan, sehingga bisa mengurangi
kemungkinan tertularnya penyakit pada calon bayi," ujar Riana.
Tidak hanya itu, penyuluhan pada masyarakat dan anak sekolah terkait bahaya HIV AIDS juga efektif menemukan penderita ODHA.
“Pasien yang terdiagnosa biasanya merasa terisolir. Nggak mau
memeriksakan diri, makanya kami sosialisasi ke masyarakat untuk
menemukan pasien ini. Kalau ketemu, kami jemput bola untuk pendampingan
psikologis,” tegasnya.
Pendampingan psikologis ini diharapkan bisa memotivasi ODHA untuk
berobat. Sehingga, puskesmas bisa merujuk agar mereka mendapat
pengobatan rutin.
“Pasien diberi masukan untuk berjuang dan berobat lagi. Jadi, bisa
berusaha senormal mungkin. Apalagi ODHA kadang tampak sehat, tetapi
kalau tidak diedukasi ya bisa menularkan,” papar Riana. (fz/ovi)
0 komentar:
Post a Comment