LEPAS DARI LEMBAH HITAM: Putri tengah membaca. Dia seorang perempuan
muda yang inspiratif. Sempat menjadi pecandu dan kurir narkoba, dia kini
menjadi aktivis antinarkoba yang gigih.
(Arya Dhitya/Jawa Pos/JawaPos.com)
Fenomena anak atau perempuan
pecandu mirip fenomena gunung es. Mereka tergolong silent population.
Sebab, kalau mengaku, mereka mendapat stigma dobel dari masyarakat. Wis
wedok, nyabu.
FAJRIN MARHAENDRA BAKTI, Surabaya
KONDISI Rumah Sehat Orbit Surabaya (RSOS) terasa
lengang Jumat sore (25/8). Praktis, tidak ada kegiatan yang berarti.
Beberapa pemuda terlihat bercengkerama dengan keluarganya. Para pemuda
itu adalah pecandu narkoba yang sedang mengikuti rehabilitasi medis atau
sosial di RSOS.
Saat ini ada 12 orang yang mengikuti program rehabilitasi di RSOS. Semua masih muda. Bahkan
sangat muda.
Termasuk Putri (bukan nama sebenarnya). Dia berusia 15 tahun. Masuk
kategori di bawah umur. Dia
baru saja dinyatakan lulus dari proses
rehabilitasi medis dan sosial di RSOS. Sejak kelas VI hidup Putri memang
tidak jauh-jauh dari narkoba. Padahal, dari sisi ekonomi, keluarganya
termasuk biasa-biasa saja.
Bapak dan ibunya, Yaser Arafat dan Yuli Fitria, bercerai ketika Putri
masuk umur sepuluh tahun. Saat dia masih polos-polosnya. Bahkan, dia
tidak tahu alasan kenapa ayah dan ibunya berpisah. Dia hanya ingat saat
itu hubungan ayah dan ibunya tidak harmonis. ’’Setiap hari selalu
bertengkar. Saya juga tidak tahu alasannya kenapa,’’ ujarnya dengan nada
polos.
Kondisi tersebut membuatnya trauma. Broken home. Dia tidak tahu ke
mana harus menceritakan kisah-kisah masa kecilnya yang penuh keceriaan.
Ditambah lagi, orang tuanya tidak ada yang mau mengurusnya.
Bapak dan ibunya menikah lagi. Hidup sendiri-sendiri di tempat yang
dia tidak tahu. Yang dia tahu, ayahnya bekerja sebagai tenaga kerja
Indonesia (TKI) di Malaysia. Ibunya malah tidak jelas. Dia tidak pernah
mendengar kabar tentang orang yang melahirkannya itu. ’’Sampai saat ini
saya ndak pernah dipamiti atau dijenguk,’’ katanya.
Putri diasuh sang nenek. Sehari-hari nenek itulah yang mengingatkan
Putri untuk sekolah, mengaji, dan beribadah. Namun, perhatian neneknya
terbatas. Meski sudah sepuh, neneknya masih sibuk berjualan sayur di
pasar senggol Kapas Baru. Dia berjualan mulai dini hari hingga tengah
hari. ’’Itu yang buat bosen di rumah. Tidak ada yang bisa diajak
ngobrol,’’ ungkap perempuan yang hobi berenang tersebut.
Putri bingung ke mana harus mencurahkan isi hatinya. Dia galau
berkepanjangan. Pada saat bersamaan, teman-temannya hadir. Menampung
segala keluh kesahnya. Sifatnya yang tomboi membuatnya lebih senang
bergaul dengan laki-laki yang tampaknya bukan dari kalangan baik-baik.
Pergaulan itu menjadi jembatan awal Putri untuk mulai berani mencoba
berbagai hal negatif. Termasuk narkoba. Dara yang menato namanya di
bawah leher itu masih ingat betul bagaimana awal dirinya terjerumus ke
dalam dunia gelap narkoba. ’’Saat itu sekitar seminggu sebelum ujian
akhir sekolah untuk penentuan kelulusan,’’ ungkapnya.
Ketika itu dia bersama teman-temannya menonton konser musik di daerah
Surabaya Utara. Dia tidak menyangka teman-temannya memaksanya merokok
ketika pulang. Bukan rokok biasa, tetapi ganja. ’’Narkoba pertama saya
ya ngecung (sebutan lain dari mengonsumsi ganja, Red),’’ tutur gadis
yang mewarnai rambutnya dengan warna merah itu.
Karena pada kesempatan pertama mau, temannya terus mencekokinya
dengan ganja. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Hanya seminggu. Dia
mengaku tidak nyaman mengonsumsi daun yang banyak ditemui di Aceh
tersebut. ’’Gak enak, pahit,’’ ucapnya polos.
Teman-temannya lantas menawari narkoba golongan I non tanaman.
Sabu-sabu (SS). Bocah itu pun merasa nyaman setelah mengonsumsi SS.
Cocok. Ditambah lagi, dia mulai mengenal minuman keras. ’’Sudah jadi
makanan dan minuman sehari-hari ketika itu,’’ jelasnya.
Masuk ke salah satu SMP swasta yang berbasis agama tidak membuatnya
tobat. Malah bak menyiram api dengan minyak tanah. Kelakuan buruknya
semakin menjadi.
Apalagi setelah Putri mengenal Rohim, seorang bandar narkoba. Dia
menjadi pelanggan Rohim. ’’Belinya pakai uang SPP (sumbangan pembinaan
pendidikan, Red),’’ ucapnya. Sekali mengorupsi uang SPP yang jumlahnya
mencapai Rp 300 ribu, dia bisa mendapat dua poket SS. ’’Mampunya cuma
beli paket hemat,’’ ungkap perempuan yang membenci tikus tersebut.
Namun, keuangannya jebol juga. Ketika mulai sakau, dia tidak bisa
membeli SS. Kondisi itu membuatnya nekat bekerja sebagai asisten bandar.
Sehari-hari dia menimbang SS dan membaginya dalam paket hemat.
Dari jerih payahnya tersebut, dia mendapat bagian yang lumayan
besar. Sekali barang datang, dia mendapat bagian sampai 0,5 gram SS. Itu
merupakan ganjarannya lantaran sering disuruh Rohim untuk menjadi
kurir.
Putri bukan sekadar kurir pasif. Di usianya yang masih belia, sekitar
13 tahun ketika itu, dia sudah berani berhubungan langsung dengan
pembeli. Mengatur pertemuan sendiri. ’’Di luar itu, saya bebas nyabu
setiap hari,’’ paparnya.
Kebanjiran SS membuatnya mulai berani memasarkan sendiri jatah yang
didapat. Pasar utamanya teman-teman sekelasnya di sekolah. Ada juga
teman yang ketemu di konser-konser musik.
Keuntungannya lumayan.
Dalam seminggu, dia bisa mendapatkan Rp 500 ribu. Relatif besar untuk
ukuran anak SMP. Karena sudah terlatih dan dipercaya, Rohim sering
mengajaknya kulakan.
’’Sering diajak ke Madura untuk ambil barang, ketemu bandar yang lebih besar,’’ ungkapnya.
Sejak
saat itu dia putus sekolah. Kira-kira masih semester genap di kelas
VII. ’’Sempat pindah sebentar ke SMP swasta di dekat rumah. Cuma sebulan
sudah putus lagi,’’ jelasnya.
Jika dikalkulasi, dia sudah lebih dari setahun bergelut dengan bisnis
haram tersebut. Dia sudah bisa membedakan mana SS yang bagus dan jelek.
Mana yang ’’enak’’ dan yang bikin mual.
Meski masih belia, Putri
sudah kenyang merasakan pahit getirnya dunia narkoba. Perilaku tidak
terpujinya tersebut berakhir pada 9 Januari. Dini hari itu dia terciduk
operasi satpol PP.
Saat itu Putri bersama tiga temannya ngafe di dekat Tugu Pahlawan.
Mereka dibawa ke Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Surabaya.
Sebelumnya, dia dites urine dan hasilnya positif. ’’Waktu itu memang
sebelumnya mengonsumsi,’’ ucapnya.
Beruntung, BNNK Surabaya memberikan rekomendasi untuk melakukan
rehabilitasi. Alasannya, dia masih anak-anak. Masa depannya masih
panjang. Harapannya, jika terus dibina, dia mau berubah dan kembali ke
jalan yang benar.
Sejak saat itu pula dia putus kontak dengan Rohim. Dia tidak tahu
lagi bagaimana nasib mantan bosnya tersebut. Yang dia tahu dari cerita
para asesornya, rumah Rohim digerebek polisi sesaat setelah dia
ditangkap. ’’Tapi, yang ketangkap hanya pacarnya. Rohim berhasil
lolos,’’ paparnya.
BNNK lalu mengirim Putri ke RSOS di Margorejo Indah Utara Blok B 922
sehari kemudian. ’’Pertama masuk sini rasanya pengin mati,’’ katanya.
Perempuan yang suka makanan Jawa itu selalu menangis selama dua
minggu awal. Dia setiap hari kepengin pulang. Tidak kerasan. ’’Biasanya
kan main setiap hari, lah kok sekarang ’dipenjara’,’’ tuturnya.
Namun, dia mengapresiasi kesabaran para asesornya. Mereka dengan
tekun menebalkan keyakinannya. Juga, tidak putus asa memompa
semangatnya.
Selama enam bulan mengikuti rehabilitasi medis dan sosial, dia merasa
ada perubahan. ’’Signifikan sekali perubahannya, sekarang jadi enggan
kalau lihat SS,’’ ucapnya ketika ditanya perubahannya.
Setelah sebulan lulus, dia mengatakan tidak punya keinginan untuk
balik nyabu. Bahkan, dia menyatakan menyesal lantaran putus sekolah.
Merasa masih punya kesempatan, saat ini dia ikut dalam program kejar
paket B di sebuah pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) di Surabaya
Timur.
Dia pun mengatakan masih memendam cita-citanya. ’’Saya pengin punya
salon sendiri suatu saat nanti,’’ ucap perempuan yang hobi berdandan
itu, lantas terkekeh.
Meski sudah ’’lulus’’, Rudhy Wedhasmara, pembina Yayasan Orbit,
menganggap Putri masih dalam posisi rawan. Masih ada potensi untuk
kembali ke dunianya yang lama. Hal itu ditunjukkan ketika Putri baru
pertama dikembalikan ke neneknya. ’’Hanya beberapa jam, teman-teman
lamanya langsung mendatangi dia,’’ kata pria plontos itu.
Respons teman-temannya beragam. Ada yang menyatakan siap membantu
Putri untuk berubah ke jalan yang lebih baik. Ada pula yang curiga dia
dipasang sebagai mata-mata polisi.
Paling parah adalah mengajaknya kembali ke dunia gelap narkoba.
Dia pun mengharapkan dukungan dari masyarakat sekitar. Tujuannya,
membantu Putri untuk kembali ke kehidupan barunya. ’’Masyarakat harus
punya peran besar (membantu Putri lepas dari narkoba), jadi harus ikut
terlibat,’’ kata pria kelahiran Nganjuk tersebut.
0 komentar:
Post a Comment