Our Right To Be Independent | Members area : Register | Sign in

Orbit Update News

Cari Pengidap HIV, Dokter Otton Rajin ke Kelab Malam

Share this history on :
Penjangkauan di salah satu kelab malam oleh Yayasan Orbit

SURYA.co.id |SURABAYA - Sejak pemerintah menutup lokalisasi di Surabaya, petugas pemantau ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) harus bekerja keras.

Petugas yang lazim disebut Voluntary Counseling Testing (VCT) harus berkeliling ke tempat-tempat yang diduga sebagai lokasi berkumpulnya orang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS.

"Kalau dulu cukup ditelepon, misalnya pemeriksaan di Dolly, kami langsung berangkat," kata Koordinator VCT Puskesmas Kali Kedinding, dr Otton Mula Indrawan, Minggu (29/11).

Puskesmas yang sebelumnya banyak didatangi penderita HIV, kini sebaliknya, pihaknya yang aktif mendatangi pasien. Dia harus 'jemput bola' ke tempat hiburan malam, rumah kos, bahkan mendatangi rumah orang yang diindikasikan ODHA.

Otton mengatakan, bisa dibilang penutupan lokalisasi menimbulkan buah simalakama.
Di satu sisi, dampak negatif adanya lokalisasi bisa dihapus, namun di sisi lainnya, penyebaran HIV/AIDS kini sulit teridentifikasi.

Bahkan saat ini, tren penyebaran HIV/AIDS lebih banyak menyasar ibu-ibu rumah tangga.

Menurut Ottonn, jumlah penderita di Surabaya, kini berada di peringkat dua Indonesia, setelah Jakarta.

Menghadapi situasi seperti ini, tenaga medis harus terlibat aktif terjun ke masyarakat memberikan penyuluhan dan penyadaran terkait HIV/AIDS.

Mereka harus membuka telinga dan mata lebar-lebar, untuk mengetahui siapa yang terjangkit HIV/AIDS. Salah satunya dengan VCT.

Karena itu, petugas kesehatan membentuk VCT mobile yang berpindah-pindah, selain yang telah ada di puskesmas. VCT mobile inilah yang menyasar ke tempat-tempat hiburan malam, dan lainnya.

Menurut Ottonn, tidak hanya tempat hiburan malam, namun semua pihak yang menginginkan agar di daerahnya dilakukan pemeriksaan VCT, dengan sukarela VCT mobile akan mengunjungi daerah itu.
Tenaga medis pun harus rela untuk menambah jam kerjanya, karena beberapa tempat seperti tempat hiburan malam, hanya bisa dilakukan VCT pada malam hari.

"Semuanya gratis, tidak dipungut biaya, karena ini program pemerintah, dan dibiayai APBD," kata Otton.

Otton sangat berharap peran serta dari masyarakat, dengan terlibat aktif untuk meminta tim VCT mendatangi daerahnya.

Buyarkan Sistem

Kesulitan memantau para ODHA juga dirasakan M Syamsoel Arifin, Direktur Program, Yayasan Orbit (Our Right To Be Independent). Yayasan ini yayasan diperkuat oleh para aktivis Napza dan HIV/AIDS yang berasal dari komunitas korban napza di Surabaya.

Saat masih ada Dolly, di lokalisasi yang terletak di kawasan Putat Jaya itu, pihaknya telah membentuk sistem pemantauan yang terbangung sejak 15 tahun lalu. ”Karena ditutup, akhirnya bangunan dari sistem itu buyar,” kata Syamsoel.

Di Dolly diterapkan sistem, yang telah disepakati oleh para pemilik wisma dan masyarakat. Semua PSK wajib memeriksakan diri secara berkala setiap bulan. Apabila terdapat satu PSK saja tidak mau memeriksakan diri, wisma tersebut akan didenda atau ditutup.

Eka Lilik Mulyani, Koordinator Penularan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) HIV/ADIS Orbit mengatakan, ini bukan berarti pihaknya tidak mendukung penutupan lokalisasi.

”Jangan diartikan kami tidak mendukung penutupan lokalisasi. Harusnya perencanaan untuk mengatasi hal ini dipikirkan juga. Saat hendak penutupan lokalisasi, kami tidak pernah dilibatkan,” kata Eka.

Dulu di Dolly ada 1.035 PSK. Itu belum yang beroperasi di lokalisasi Jarak.

"Sekarang, ketika Dolly sudah tutup, mereka semua ke mana? Adakah jaminan mereka tidak kembali ke dunianya yang dulu?" katanya.

Menurut Eka, usai penutupan lokalisasi, di awal-awal bulan sempat terjadi penurunan jumlah pengidap HIV/AIDS yang cukup drastis. Bahkan di awal-awal penutupan, sempat tidak ditemukan penderita HIV/AIDS. Namun itu justru merupakan masalah baru.

Ini karena, mereka yang terinfeksi HIV/AIDS tidak mau memeriksakan diri, dan petugas pemantau juga kesulitan menemukan mereka.

Angka pendataan kembali melonjak akhir-akhir ini, setelah semua pihak mulai jemput bola ke kantong-kantong kunci penderita HIV/AIDS. Pada 2014 ditemukan 935 orang terjangkit HIV/AIDS, dengan rincian 572 orang yang terjangkit HIV, dan 363 mengidap AIDS.

Sedangkan hingga Oktober 2015 turun, hanya ditemukan 744 orang yang teridentifikasi HIV/AIDS, 512 orang mengidap HIV, dan 232 pengidap AIDS.

"Bisa jadi mereka yang telah terjangkit tidak mau periksa, atau tidak tahu kalau sudah terjangkit,” kata Eka.
 
Bom Waktu

Hal yang sama juga dilontarkan oleh, pakar penyakit tropis infeksi (HIV/AIDS) RSUD dr Soetomo Surabaya, dr Erwin Astha Triyono, SpPD, KPTI, FINASIM. Menurut Erwin, sejak penutupan lokalisasi memang sulit untuk mendeteksi penyebaran HIV/AIDS.

”Ini adalah statemen saya pribadi, selaku orang yang lama bergelut di bidang ini. Sebenarnya memang tidak menguntungkan dari aspek medis, karena susah untuk menemukan penderita HIV/AIDS,” kata Erwin.

Bahkan menurut Erwin, ini bisa menjadi bom waktu tiga hingga lima tahun lagi.
Ini karena mungkin saja mereka tidak tahu apabila sudah terjangkit. Atau malu dan tidak mau periksa.

”Sekuat apa sih Satpol PP kita untuk mencegah prostitusi,” kata Erwin.

Dengan penutupan lokalisasi, penyebarannya kian liar. Seharusnya memang butuh perencanaan sebelumnya. Karena itu, menurut dokter yang juga Koordinator Unit Perawatan Intermidiate Penyakit Infeksi (UPIPI) RSUD dr Soetomo tersebut, perlu peran serta masyarakat.

Erwin menekankan tidak ada bedanya HIV dengan penyakit lainnya. Hanya, aspek sosial lebih sulit untuk kasus HIV.

”Ada keluhan cepat lapor. Mencurigai ada orang sekitarnya terjangkit HIV, cepat laporkan. Tapi jangan malah dijadikan rasan-rasan,” kata Erwin.

Menurut Erwin, memang tidak ada gejala yang tampak saat seseorang terinfeksi HIV.
Namun ada beberapa tanda-tanda yang patut diwaspadai apabila seseorang terinfeksi tuberkulosis (TBC), diare atau batuk yang tidak sembuh-sembuh, dan sariawan yang berlebihan.

Menurut Erwin, untuk memudahkan proses pendeteksian pasien yang mengidap HIV, pihaknya menerapkan Provider Inisiatif Counceling Testing (PICT).
Sumber:  http://surabaya.tribunnews.com/2015/11/30/cari-pengidap-hiv-dokter-otton-rajin-ke-kelab-malam
Thank you for visited us, Have a question ? Contact on : info@orbit.or.id
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...

0 komentar:

Post a Comment