Tidak dapat dipungkiri dengan
kebijakan Narkotika yang memiliki semangat pemenjaraan, maka tingkat hunian
masyarakat yang memiliki persoalan hukum pada tindak pidana Narkotika, baik
yang berada di tahanan ataupun lapas setiap tahun semakin meningkat tajam.
Menurut penjajakan yang dilakukan oleh tim pelaksana Harm Reduction atau
program pengurangan dampak buruk narkotika dari Yayasan Orbit pada tahun 2013 di
kota Surabaya diketahui bahwa setiap kantor kepolisian sektormemiliki target 4
perkara yang harus diungkap. Jumlah target ungkap kasus ini dalam setiap bulan
oleh 28 polsek Surabaya kurang lebih diketahui sejumlah 104 perkara. Sedangkan
di tingkat kepolisian resort kota besar maupun resort pelabuhan setiap bulan
masing-masing berjumlah 46 perkara yang harus diungkap. Hal ini belum termasuk
kepolisan daerah Jawa Timur yang rata-rata hampir sama jumlah target ungkap
kasusnya. Dengan demikian diperkirakan setiap bulan terdapat 200 hingga 250
target perkara yang harus di ungkap oleh pihak kepolisian terkait tindak pidana
narkotika.
Atas dasar hal ini tentunya
menjadi perhatian yang cukup serius mengenai dampak dari target ungkap kasus
ini, menginggat diketahui pula mayoritas ungkap kasus ini lebih banyak menyasar
ke penyalahguna narkotika atau dalam hal ini kepada pecandu Narkotika. Sehingga
target ke penyalahguna yang notabene pecandu Narkotika diikuti pula dengan
persoalan kesehatan yang menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini berdasarkan
bahwasanya pecandu atau penyalahguna memiliki persoalan ketergantungan dan
dampak kesehatan akibat penggunaan Narkotika. Dampak kesehatan ini antara lain
mengenai persoalan penyakit TB, HIV/AIDS dan lain sebagainya. Dengan demikian
persoalan keberlangsungan dilayanan kesehatan menjadi hal yang sangat penting
bagi pecandu atau penyalahguna yang berhadapan dengan hukum.
Perlu diketahui terlebih
dahulu mengenai upaya-upaya akan adanya keberlangsungan layanan kesehatan pada
tahanan kepolisian adalah tentang kepolisian RI itu sendiri, hal ini bisa
dipelajari melalui UU No 2 Tahun 2002. Di kepolisian RI sendiri telah terdapat
direktorat khusus Tahanan dan Barang Bukti yang disingkat direktorat Tahti. Landasan
dasar hukum ataupun tupoksi direktorat ini bisa dipelajari di beberapa
peraturan internal kepolisian yang antara lain Peraturan Kapolri No.04/2005
tentang Pengurusan Tahanan Pada Rutan Polri; Peraturan Kapolri No. 10/2010
tentang Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Polri; dan Peraturan Kapolri No.
23/2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resor
dan Sektor.
Secara sederhana dapat
dipahami bahwa salah satu Tupoksi direktorat Tahti yakni tugas Satuan tahti
bertugas menyelenggarakan perawatan tahanan meliputi pelayanan kesehatan
tahanan, pembinaan tahanan serta menerima, menyimpan, dan mengamankan
barang bukti beserta administrasinya di lingkungan Polres, melaporkan jumlah
dan kondisi tahanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain
itu juga memiliki fungsi terkait Pembinaan dan pemberian petunjuk tata tertib
yang berkaitan dengan tahanan, yang meliputi pemeriksaan fasilitas ruang
tahanan, jumlah dan kondisi tahanan beserta administrasinya; Pelayanan
kesehatan, perawatan, pembinaan jasmani dan rohani tahanan; Pengelolaan
barang titipan milik tahanan; dan Pengamanan dan pengelolaan barang bukti
beserta administrasinya.
Dari penjelasan tupoksi d diatas
tersebut pada intinya kepolisian RI melalui direktorat Tahti beserta jajarannya
telah terdapat jaminan keberlangsungan layanan kesehatan pada tahan kepolisian,
namun tidak dapat dipungkiri bahwa kenyataannya masih banyak ditemukan angka
dropout keberlangsungan pengobatan yang terjadi pada tersangka tindak pidana
narkotika saat berhadapan dengan hukum.
Oleh karenanya upaya advokasi
ini menjadi hal yang sangat penting. Berikut merupakan prosedur baku sebagaimana
kebijakan diatas oleh jajaran di direktorat Tahti:
Pengeluaran tahanan dilakukan dengan alasan
- Penanguhan penahanan
- Dialihkan jenis penahanan.
- Dipindahkan ke rumah tahanan negara.
- Dilimpahkan ke kesatuan / instansi lain.
- Ketentuan: dilaksanakan oleh kepala jaga tahanan setelah penyidik yang bersangkutan telah memperoleh izin dari unsur pimpinan
- Penyidik yang akan mengeluarkan tahanan membawa dokumen berupa surat tahanan yang merupakan kelengkapan sahnya seorang tahanan dikeluarkan dari ruang tahanan polres di tunjukan kepada kasat tahti dengan tembusan KSPKT
- Setiap pengeluaran tahanan dilakukan pada hari dan jam Kerja.
- Tidak tersedianya sarana yang memadai untuk menampung tahanan ( kelebihan daya tampung tahanan ).
- Untuk perawatan kesehatanya sampai dinyatakan sembuh. Ketentuan: dilaksanakan oleh kepala jaga tahanan setelah memperoleh surat keterangan kesehatan dokter polri/dokter yang ditunjuk atas persetujuan unsur pimpinan
- Terjadi bencana alam,kebakaran,dan huru-hara
- Dalam memasuki ruang tahanan dan melakukan pengontrolan tahanan penyidik atau perwira yang bertanggungjawab pada hari itu terlebih dahulu harus melakukan koordinasi dengan Kasat Tahti sedangkan apabila diluar jam dinas koordinasi dilakukan dengan KSPKT
- Laporan menyangkut adanya tahanan yang sakit, atau adanya kejadian lain yang berhubungan dengan tahanan penyidik atau petugas jaga tahanan wajib dengan segera memberitahukan kepada Kasat Tahti sedangkan diluar jam dinas diberitahukan kepada KSPKT
Anda juga dapat melakukan
upaya upaya advokasi keberlangsungan layanan kesehatan ini sebagaimana gambar
berikut ini:
Jangan lupa ini pesan
kunci dalam melakukan upaya advokasi ini:
¨ Batasan
peran organisasi (peran manajemen dan peran PO/petugas lapangan)
¨ Persiapkan
dokumen-dokumen klien/dampingan
¨ Mendorong
peran keluarga/wali (terminasi)
¨ Mendorong
percepatan program layanan ketergantungan dan HIV/AIDS di tahanan
¨ Melakukan
penguatan sistem dan layanan kesehatan di setiap tempat tahanan
¨ Melakukan
penguatan jejaring dengan KPA, BNNK, LSM, LBH, Yankes dan lintas sektor yang
terkait
Selamat mencoba dan sukses selalu!!
(Disusun berdasarkan pembelajaran Team Advokasi HR Yayasan Orbit)
0 komentar:
Post a Comment