Oleh Fabiola Ponto
Raut muka One Buya Bayu (24) tampak serius. Tatapan matanya tertuju pada rambut di depannya, sementara tangan kanannya memegang hair straightener (alat pelurus rambut).
Ya, siang itu, Selasa (6/4), mantan pecandu narkoba itu sedang membantu sang ayah, Boedy Santoso (64), menangani Ida, pelanggan salon di Jalan Irian Barat Nomor 7, Surabaya. Salon ini ditujukan untuk memberdayakan mantan pecandu narkoba yang berusaha bangkit serta berjuang untuk maju.
Memang gerak-gerik Bayu dalam menata rambut pelanggan belum seluwes Boedy yang sudah puluhan tahun menjadi hair dresser. Namun, dengan kesungguhan dan didampingi ayahnya, dia berusaha melayani pelanggan sebaik mungkin.
Usianya belum genap seperempat abad, tetapi sebenarnya Bayu pernah terjerumus sebagai pengguna narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (napza) selama satu dasawarsa. "Saya memakai putauw pertama kali waktu SMP kelas II, kira-kira umur 13 tahun," ujarnya sambil sejenak mengalihkan pandangan.
Meski semula tidak merasakan kenikmatan memakai putauw, lama-kelamaan Bayu tidak bisa melepaskan diri dari narkoba. Bahkan, dia merambah jenis napza lain. Kebanyakan Bayu memakai sabu agar bisa fly.
Gara-gara tingkahnya, Boedy kebingungan. Apalagi kalau sedang nekat karena sakauw, Bayu sampai merelakan barang-barang di rumahnya untuk ditukar dengan narkoba. "Barang-barang hilang, mungkin dia tidak punya uang sampai menukarkan barang yang ada demi narkoba," ucap Boedy.
Semua itu kisah ketika Bayu tenggelam dalam dunianya. Ketergantungan pria berbadan tegap ini terhadap narkoba terkikis selama menjalani rehabilitasi di sentra rehabilitasi residen narkoba di Lido, Bogor. Selama setahun Bayu berjuang melepaskan diri dari narkoba yang membelenggunya selama 10 tahun.
Kini Bayu sudah bersih dari narkoba, dia pun merintis masa depannya. Selain mengasah kemampuannya menjadi hair stylist, dia juga menyalurkan ketertarikannya mempelajari broadcasting. "Saya baru mengikuti pelatihan broadcasting, saya belajar mengoperasikan kamera," ujarnya.
Seperti Bayu, Andian Budi Raharjo (30) menggunakan putauw saat pertama kali merasakan narkoba. Sejak SMA, Aan-sapaan Andian-setiap hari mengonsumsi putauw. Bahkan, kedua orangtuanya tidak mampu berbuat banyak meski mengetahui anaknya menjadi pecandu narkoba.
Meski sudah bersih dari keterikatan dengan narkoba, keinginan untuk kembali menggunakan narkoba tidak sepenuhnya hilang. Sesekali Aan tergoda untuk merasakan narkoba lagi. "Keinginan itu masih ada, tetapi saya selalu berusaha mengalihkan ke hal lain," tuturnya.
Apalagi di saat memegang uang, godaan untuk mencari narkoba lagi muncul. Kalau demikian, Aan menyiasati dengan membelanjakan uang untuk jajan. "Sering untuk makan saja daripada saya pakai untuk yang tidak-tidak," katanya sambil tertawa.
Sedangkan bagi Silvi Pancarina, aktivis Orbit (Our Right to be Independent) yang masih menjalani proses rehabilitasi, stigma buruk mantan pecandu narkoba sangat melekat. Masyarakat umumnya masih khawatir mempekerjakan mantan pecandu. "Sebenarnya kami juga mempunyai masa depan, dengan stigma yang melekat, sebagai permulaan kami bekerja sendiri sesuai keahlian," ujarnya.
Ya, sebenarnya mereka layak beroleh kesempatan. Jalan panjang mantan pecandu narkoba memang masih panjang. Oleh sebab itu gagasan untuk meningkatkan keahlian setiap orang melalui pelatihan broadcasting, salon, serta sablon mendorong mereka untuk mengaktualisasikan diri agar kelak lebih siap bermasyarakat.
(Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2010/04/15/13070012/Jalan.Panjang.Mantan.Pecandu.Narkoba)
Orbit Update News
Jalan Panjang Mantan Pecandu Narkoba
Thank you for visited us, Have a question ? Contact on : info@orbit.or.id
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment