Surabaya - Pemerintah harus bertindak tegas dalam mensikapi penyalahgunaan Subutex. Ini menjadi harapan bagi pihak-pihak yang berkecimpung dalam gerakan pengurangan dampak buruk HIV/AIDS khususnya narkoba suntik (Harm Reduction) di kota Surabaya. Alasannya penyalahgunaan subutex malah berdampak negatif yang berujung pada kematian.
Menurut Rudhy Wedhasmara, Direktur Yayasan Orbit Foundation, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam penanggulangan dampak buruk HIV/AIDS, Minggu (11/4) penyalahgunaan Buprenorfin dengan merk Subutex saat ini bukan menjadi rahasia lagi di kalangan pasien terapi pecandu narkoba. Bahkan saat ini menjadi bagian konsentrasi terbesar bagi para pemerhati Napza dan HIV. Upaya penyadaran untuk tidak disalahgunakan terus dilakukan, namun tanpa ada komitmen dari si pemberi layanan tingkat keberhasilan mengubah perilaku penyalahgunaan ini sangat kecil peluang berhasil.
"Pemerintah sendiri juga telah memiliki perhatian terhadap kasus ini, namun perhatian yang diberikan hanya bersifat menampung dampak yang ditimbulkan atas permasalahan yang terjadi, tanpa menyentuh akar permasalahan. Bahkan, terkesan pemerintah hanya sebatas mengetahui permasalahan ini tanpa melakukan tindakan yang berarti," katanya.
Kata Rudhy, kalau dilihat dari kacamata hukum, sebenarnya kesalahan tidak hanya pada pengguna napza, seharusnya pemberi peluang penyalahgunaan ini. Pemberi peluang dalam hal ini adalah penyedia layanan atau dokter praktek pribadi itu sendiri yang selama ini membolehkan dosis bawa pulang. Sehingga, sistem kontrol terhadap penggunaan Subutex pada pasien sama sekali tidak dilakukan. Padahal pasien yang menggunakan subutex di Surabaya ini jumlahnya ratusan orang.
"Dosis bawa pulang (take home dose) dalam aturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pasal 5 ayat 3 tidak dibolehkan. Buprenorfin harus diberikan langsung oleh dokter atau di bawah supervisi dokter kepada pasien untuk diminum langsung dan tidak diperbolehkan untuk dibawa pulang," katanya.
Sehingga penyedia layanan atau praktek dokter pribadi yang memberikan dosis bawa pulang Subutex merupakan perbuatan yang melanggar hukum (malpraktek). Kenyataan yang selama ini terjadi, aturan diabaikan oleh penyedia layanan. Akibatnya, dampak penyalahgunaan Subutek semakin menjadi-jadi antara lain penyumbatan pembuluh darah, abses, stroke, dan penularan virus.
Bahkan di beberapa daerah di Jawa Timur, Subutex justru diperjualbelikan di pasar gelap. Sehingga merebak pengedar-pengedar Subutex yang berkulakan di penyedia layanan. Paket setengah miligram dapat mudah diperoleh dari pengedar yang memotong-motong tablet Subutex untuk diperjualbelikan. "Lebih miris lagi, remahan potongan yang menempel dipisaupun laku terjual dengan harga paket hemat," katanya.
Harga Subutex dosis 2 mg hanya Rp 13.000 hingga Rp 15 ribu rupiah. Di penyedia layanan, dijual di atas Rp 30 ribu. Tentu saja keuntungan mengiurkan diperoleh penyedia layanan. Begitu juga dosis 8 mg harga dari pabrikan kisaran Rp 30.000 kemudian sampai di penyedia layanan dijual kisaran Rp 80.000 ke atas.
Penyalahgunaan Subutex dengan cara disuntikan yang terjadi di lokasi penyedia layanan hampir tidak dijamah aparat penegak hukum. Pihak kepolisian sebenarnya tahu kalau Subutex disalahgunakan, namun ia tidak kuasa untuk mengatasi hal ini. Untuk menutup layanan subutex menjadi wacana selayang pandang. Kepentingan akan keberlanjutan layanan ini tidak hanya dikehendaki oleh penyedia layanan saja melainkan kapitalisme dibalik ini cukup kuat yang dapat mempengaruhi kebijakan pemerintahan.
Penyuntikan di lokasi penyedia layanan atau tempat praktek dokter membuahkan pemikiran tentang perlunya dorongan kebijakan ke arah lokalisir dalam memantau dampak-dampak kesehatan yang terjadi. Pijakan hukum kegiatan penyuntikan yang terkesan makroh ini merupakan sesuatu yang perlu dipertegas kembali oleh pihak-pihak terkait.
Oleh karena itu, kata Rudhy, mensikapi permasalahan penyalahgunaan Subutex ini pemerintah harus bertindak tegas. Aturan hukum yang berlaku ditegakkan. "Bila perlu penyedia layanan yang tidak memberikan pengawasan minum obat (PMO) harus ditindak," katanya. wto
Orbit Update News
Pemerintah Harus Bertindak Tegas Terhadap Penyalahgunaan Subutex
Thank you for visited us, Have a question ? Contact on : info@orbit.or.id
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 komentar:
ada juga subutex pesan lewat online:
http://www.indonesiaindonesia.com/f/37566-wts-subutex-2-mg-8-mg/
Petikan:
hallo all,numpang jualan,ok!!
bagi yang membutuhkan..
obat anti sakaw akibat kecanduan heroin/putau..
Subutex 2 mg @40rb
Subutex 8 mg @120mg
(jabodetabek only) via tiki ONS(biar cepat sampai)
bagi yang berminat serius
hub.Dr.andra (08811401xxx)
NO PM
stok terbatas
minimal order (untuk 2 mg)5 btr ; maximum order 10 btr
minimal order (untuk 8 mg)2 btr ; maximum order 5 btr
pembelian via bca only.thanx
Betul2 hebat negara kita, masalah pecandu diprofitkan!!!
iya aneh..., maklum mungkin cari kesempatan kali......?
Post a Comment