Agaknya, “methylone” yang
dikonsumsi artis/presenter Raffi Ahmad itu ternyata tidak hanya ada di Jakarta,
melainkan juga ada di kota lain, termasuk Surabaya.
“Itu (methylone) sudah lama
ada di Surabaya, tapi mungkin belum familiar namanya (nama latin/ilmiah),” kata
Ketua ’Yayasan Orbit’ Surabaya Rudhy Wedhasmara.
Menurut mantan pecandu narkoba
itu, “methylone” itu umumnya dipakai pengguna “narkoba uppres” (stimultan) atau
“party drug” yang hanya dipakai untuk bersenang (recrecational drug).
“Ada juga sejenis methylone
yang beredar di pasaran dengan harga yang terjangkau dibandingkan yakni
’Ketamine’ yang merupakan obat bius anastesi untuk hewan seperti anjing,
kucing, dan kuda, tapi dikonsumsi pengguna zat adiktif,” katanya.
Namun, ia mengaku heran dengan
penggolongan psikotropika dan narkotika dalam UU yang terkesan politis dan
bukan ilmiah, sehingga UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika memasukkan
zat adiktif dalam golongan 1 dan 2 “sebagai” golongan 2 dan 3 pada UU Narkotika.
“Aneh, zat adiktif yang
jelas-jelas psikotropika tetapi di UU sekarang dimasukkan pada golongan 1
narkotika. Misalnya, methylone yang masuk dalam golongan 1 pada UU Narkotika.
Golongan 1 narkotika ada 65 jenis, sedangkan golongan 2 ada 86 jenis, lalu
golongan 3 ada 14 jenis. Methylone ada di golongan 1 nomer 35 dengan nama
’chatinone’,” katanya.
Oleh karena itu, ia
mengusulkan dua hal yakni pihaknya mengusulkan peniadaan fungsi BNN dan
mengembalikan fungsi penanganan narkoba pada satuan kerja pemerintah (Kemensos,
kemenkes) dan aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim), karena tugas BNN
saat ini sudah tumpang tindih.
“Usulan kedua, kami meminta
ada revisi pasal pemidanaan untuk mengganti pidana dengan pendekatan kesehatan
masyarakat karena persoalan narkoba sudah terbukti gagal dengan pendekatan
penegakan hukum, karena angka kriminalitas karena narkoba, angka kematian
narkoba, dan angka penyebaran penyakit ikutannya justru semakin tinggi,”
katanya.
Agaknya, aspek hukum tergolong
“lemah” saat berhadapan dengan kasus narkoba. Kelemahan itu terlihat dalam
menjerat pengguna narkoba yang merupakan narkoba jenis baru yang ternyata belum
diatur dalam UU. Atau, kelemahan dalam menjerat pengedar atau bandar dengan
pidana sangat ringan.
Kelemahan itu juga disoroti
farmakolog dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya DR Suharjono MS Apt.
“Methylone yang dikonsumsi Raffi itu memiliki tingkat bahaya setara dengan
ekstasi, namun UU 35/2009 tentang Narkotika belum mengaturnya,” katanya.
Menurut pengelola Pusat Informasi
Obat (PIO) Fakultas Farmasi Unair itu, UU itu hanya menyebut cathitone, padahal
methylone itu merupakan derivat (turunan) dari cathinone dan cathinone itu
sejenis ekstasi.
“Itu sama dengan kasus heroin
yang belum diatur dalam UU, karena UU saat itu hanya mengatur morfin, atau
kasus ekstasi yang belum diatur dalam UU, karena UU saat itu hanya mengatur
morfin, dan begitu seterusnya. Nah, hal itu sekarang terulang dalam kasus
methylone itu,” katanya.
(Sumber:http://www.sehatnews.com/2013/02/11/methylone-yang-dikonsumsi-raffi-setara-dengan-ekstasi/)
0 komentar:
Post a Comment